
Prolog: Sebuah Usia, Sebuah Pertanyaan
Delapan puluh tahun bukanlah waktu yang singkat. Untuk ukuran sebuah bangsa, 80 tahun adalah fase kedewasaan, masa ketika pondasi seharusnya sudah kokoh dan cita-cita kemerdekaan semakin dekat dengan kenyataan. Indonesia berdiri pada 17 Agustus 1945 dengan janji besar: melindungi segenap bangsa, mencerdaskan kehidupan, memajukan kesejahteraan, dan ikut menjaga ketertiban dunia. Namun, di usia ke-80 ini, kita patut bertanya dengan jujur: sejauh mana janji itu sudah ditepati?
Perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia selalu dirayakan dengan semarak: lomba, upacara, arak-arakan, hingga pesta rakyat. Namun, di balik itu semua, kita harus jernih melihat bahwa kemerdekaan bukan sekadar perayaan simbolik. Ia adalah proses panjang yang menuntut refleksi, evaluasi, dan perbaikan berkelanjutan.
Kemerdekaan yang Belum Menyentuh Semua
Indonesia memang mengalami banyak kemajuan. Jalan tol terbentang dari Sabang hingga Merauke, gedung-gedung tinggi menjulang di kota-kota besar, teknologi digital berkembang pesat, dan produk-produk karya anak bangsa mulai mendapat tempat di kancah internasional. Namun, apakah semua rakyat Indonesia merasakan kemajuan itu?
Realitanya, masih banyak ketimpangan yang menganga:
1. Pendidikan – Anak-anak di perkotaan menikmati sekolah dengan fasilitas lengkap, sementara di pelosok masih ada yang belajar di ruang kelas reyot, bahkan berjalan kilometer untuk mencapai sekolah.
2. Ekonomi – Pertumbuhan ekonomi nasional memang meningkat, tetapi kesenjangan kaya-miskin kian tajam. Sebagian kecil menguasai kekayaan besar, sedangkan sebagian lain berjuang sekadar untuk makan.
3. Lingkungan – Eksploitasi hutan, tambang, dan laut demi keuntungan jangka pendek merusak keberlanjutan hidup generasi mendatang.
4. Politik dan birokrasi – Korupsi, politik transaksional, serta lemahnya etika pejabat publik menjadi noda dalam demokrasi yang seharusnya bersih dan bermartabat.
Kritik ini bukan untuk menjatuhkan, tetapi sebagai cermin agar kita tidak terlena dengan euforia usia. Sebuah bangsa yang besar adalah bangsa yang berani mengakui kekurangannya, lalu memperbaikinya.
Generasi Muda Sebagai Penentu Masa Depan
Di usia ke-80, Indonesia sebenarnya memiliki modal besar: bonus demografi. Mayoritas penduduk kita adalah generasi muda. Inilah kesempatan emas yang tidak boleh terbuang. Namun, generasi muda tidak bisa dibiarkan berjalan sendiri. Negara harus memastikan mereka mendapat pendidikan bermutu, akses kesehatan, dan ruang kreatif yang luas.
Saya sebagai guru percaya bahwa pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk memutus rantai ketidakadilan. Pendidikan harus menumbuhkan generasi yang bukan hanya pintar secara akademis, tetapi juga kritis, berkarakter, dan punya kepekaan sosial. Anak-anak SMP yang saya ajar hari ini, adalah calon pemimpin bangsa dua dekade ke depan. Jika sejak dini mereka terbiasa berpikir kritis, jujur, peduli lingkungan, dan berani bersuara, maka Indonesia di masa depan akan lebih bermartabat.
Harapan lainnya adalah pada pembangunan yang berkelanjutan dan adil. Pemerintah diharapkan tidak lagi hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memikirkan pemerataan kesejahteraan dan keberlanjutan lingkungan. Generasi muda kini sudah lebih sadar tentang isu perubahan iklim, sampah plastik, hingga krisis pangan. Negara harus mendukung gerakan ini, bukan sekadar memberi janji.
Jangan Lupakan Jati Diri Bangsa
Globalisasi membawa kemudahan sekaligus ancaman. Di satu sisi, kita bisa belajar dari seluruh dunia hanya dengan satu genggaman. Di sisi lain, kita bisa kehilangan jati diri sebagai bangsa jika terlalu hanyut. Di usia ke-80, pesan penting bagi generasi penerus adalah jangan pernah melupakan Pancasila sebagai dasar pijakan.
Nasionalisme tidak hanya soal kibaran bendera atau menyanyikan lagu kebangsaan, tetapi juga soal kepedulian pada sesama, cinta tanah air dengan menjaga lingkungan, dan kejujuran dalam setiap langkah.
Sebagai pembina jurnalistik, saya selalu mengingatkan murid-murid saya: pena lebih tajam daripada pedang. Tulis, suarakan, dan sebarkan kebenaran. Jurnalisme di kalangan pelajar bukan hanya hobi, tetapi juga latihan menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Generasi muda harus berani mengawal demokrasi, melawan hoaks, dan menegakkan nilai-nilai keadilan melalui tulisan, foto, dan karya.
Kemerdekaan Adalah Amanah
Kemerdekaan Indonesia tidak diperoleh dengan mudah. Ia lahir dari darah, air mata, dan perjuangan jutaan rakyat. Karena itu, merdeka bukan hanya kata yang diulang-ulang setiap 17 Agustus, melainkan amanah yang harus dijaga.