Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan kekayaan hutan tropis terbesar di dunia. Hutan hujan tropis di Kalimantan, Sumatra, Papua, dan Sulawesi menjadi paru-paru bumi sekaligus rumah bagi ribuan spesies flora dan fauna endemik. Hutan Indonesia juga menjadi penyangga kehidupan: m­enyediakan oksigen, menjaga air, menahan erosi, hingga menopang pangan masyarakat adat dan desa sekitar.

Namun, fenomena di lapangan menunjukkan bahwa luas hutan Indonesia terus menyusut. Laporan tahunan menunjukkan laju deforestasi masih tinggi, baik akibat alih fungsi lahan untuk perkebunan sawit, tambang, maupun infrastruktur. Hutan yang seharusnya menjadi nadi kehidupan kini banyak yang gundul dan kehilangan ekosistem alaminya.

2. Kerusakan dan Peran Pemerintah

Fenomena kerusakan hutan tidak bisa dilepaskan dari kebijakan pemerintah. Alih fungsi lahan seringkali dilegalkan atas nama pembangunan nasional. Perizinan eksploitasi tambang, izin perkebunan skala besar, dan lemahnya penegakan hukum terhadap pembalakan liar menjadi faktor dominan.

Alih-alih melindungi hutan sebagai warisan bangsa, kebijakan yang cenderung berorientasi ekonomi jangka pendek justru mempercepat degradasi lingkungan. Pemerintah memiliki tanggung jawab besar, namun di lapangan sering kali terjadi tarik menarik antara kepentingan politik, investasi, dan kelestarian.

3. Cara Mengatasi Kerusakan Hutan

Kerusakan hutan Indonesia masih bisa dihentikan dan diperbaiki. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:

Reformasi kebijakan: memperketat izin pembukaan lahan, menegakkan hukum terhadap pembalakan liar, dan meninjau ulang konsesi yang merugikan ekosistem.

Rehabilitasi hutan: gerakan menanam pohon yang bukan sekadar simbolis, tetapi berbasis data dan ekosistem.

Penguatan masyarakat adat: memberi hak kelola hutan kepada masyarakat adat yang terbukti lebih arif dalam menjaga alam.

Edukasi publik: meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya hutan sebagai sumber pangan, air, dan kehidupan.

4. Peran Pelajar dalam Menjaga Hutan

Pelajar, sebagai generasi penerus, memiliki peran penting meskipun sederhana. Di tingkat sekolah maupun komunitas, pelajar bisa:

Membuat kampanye literasi lingkungan melalui media sekolah, majalah dinding, atau media sosial.

Melakukan aksi nyata seperti penghijauan, bank sampah, dan pengelolaan lingkungan sekitar sekolah.

Mengembangkan riset sederhana tentang lingkungan, misalnya mengukur kualitas udara, mengenal jenis tumbuhan lokal, atau meneliti dampak sampah plastik.

Menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa menjaga hutan sama artinya menjaga masa depan.

5. Penutup

Fenomenologi mengajarkan kita melihat hutan bukan sekadar ruang hijau, tetapi sebagai pengalaman hidup manusia. Hutan adalah ruang eksistensi: di sana terdapat suara burung, gemericik sungai, dan semilir angin yang memberi kehidupan. Kerusakan hutan berarti kerusakan nadi kehidupan kita.

Dengan refleksi ini, jelas bahwa tanggung jawab menjaga hutan bukan hanya ada pada pemerintah, tetapi juga pada masyarakat, khususnya generasi muda. Pelajar hari ini adalah pemimpin masa depan. Jika sejak dini mereka ditanamkan kesadaran ekologis, maka harapan untuk Indonesia yang hijau, lestari, dan berdaulat pangan bukanlah utopia, melainkan kenyataan yang bisa diwujudkan bersama.

“Menjaga hutan adalah menjaga kehidupan. Dari akar yang kita tanam hari ini, tumbuh harapan untuk masa depan Indonesia yang hijau dan bermartabat.”